KELOMPOK DAN KERUMUNAN
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Bimbingan
Konseling Kelompok
Dosen Pengampu: Widayat
Mintarsih, M. Pd.
Disusun Oleh:
Nurul Aini (1401016008)
Ikrima Hasni Marfu’ah (1401016009)
Choirunnisa’ (1401016014)
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
I.
PENDAHULUAN
Manusia pada umumnya dilahirkan
seorang diri, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain, karena
sifat manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan teman, partner, dan kawan.
Hampir semua manusia pada awalnya merupakan anggota kelompok sosial yang
dinamakan keluarga yang mempunyai tujuan bersama. Dalam kehidupan terdapat
klasifikasi tipe-tipe kelompok sosial yang berbeda dengan permasalahan berbeda
yang terdapat di dalamnya.
Sedangkan kerumunan sosial atau
social aggregate adalah sekumpulan orang yang berada di suatu tempat akan
tetapi di antara mereka tidak berhubungan secara tetap. Pengelompokan manusia
seperti itu disebut juga kolektivitas yaitu kumpulan manusia pada suatu tempat
dan suatu waktu yang sifatnya sementara.
Dari pemaparan tersebut maka dalam
makalah ini akan membahas mengenai perbedaan “Kelompok dan Kerumunan” dari para
ahli ataupun dari segi lainnya.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Apa pengertian Kerumunan dan Kelompok ?
B. Apa sajakah faktor-faktor pengikat
kelompok ?
C. Bagaimana pengertian kelompok
berdasarkan persepsi, motivasi, tujuan, organisassi, interrpedemsi, dan
interaksi?
D. Bagaimana pembentukan kelompok homogen
dan heterogen ?
E. Bagaimana organisasi di dalam kelompok ?
F. Bagaimana pertumbuhan kelompok (tahap
pembentukan, pancaroba, pembentukan norma, dan tahap berprestasi)?
G.
Apa
saja jenis-jenis dan karakteristik kelompok ?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kerumunan dan Kelompok
Para ahli psikologi sosial
begitu tertarik dengan persoalan tersebut, dimana pada analisis tentang
kerumunan ternyata banyak sekali ditemukan hal-hal yang menarik, baik ditinjau
dari sudut perilaku individual maupun tingkah laku atau gerak massa yang
merupakan suatu fenomena yang paling berkaitan. Istilah yang menunjukkan
masalah tersebut banyak dikemukakan seperti, Gejala Masa (Broeen, 1954),
Dinamika Kolektif (Long dan Long, 1961), Tingkah Laku Massa (Konig, 1958), dan
Tingkah Laku Kolektif (Smelser, 1963), dinama terminologi tersebut menunjukkan
pengertian yang secara nisbi dapat dainggap sama, yaitu tentang suatu kelompok
manusia yang berkumpul pada suatu ruangan dan waktu yang sama, tumbuh dan
mengarahkan tingkah laku secara spontan. Sedangkan pengertian kelompok secara
umum sering diartikan sebagai kumpulan beberapa orang yang memiliki norma dan
tujuan tertentu, memiliki ikatan batin antara satu dengan yang lain, serta
meski bukan resmi, tapi memiliki unsur kepempinan di dalamnya.[1]
Kerumunan adalah: berkumpulnya
sejumlah orang yang masing-masing tidak mempunyai hubungan.
Kelompok adalah:
berkumpulnya sejumlah orang yang saling berkaitan satu sama lainnya(terikat
oleh tujuan bersama dan peranan mereka masing-masing atau merasa senasib
sepenanggungan).[2]
B.
Faktor-faktor Pengikat Kelompok
Dalam buku Konsep Dasar
Bimbingan Kelompok sebuah kelompok mempunyai faktor-faktor yang dapat mengikat
seseorang dengan kelompoknya, diantaranya:
1. Adanya pemimpin yang mempunyai tujuan
yang realistis, sederhana dan memiliki nilai keuntungan bagi pribadi (high valuable). Lalu adanya tujuan yang
muluk dan ide yang terlalu idealis kurang mendapat tempat bagi individu untuk
berkelompok. Terkecuali bagi organisasi-organisasi tertentu yang membutuhkan
hal tersebut.
2. Masalah kepemimpinan dalam kelompok.
Masalah kepemimpinan cukup berperan dalam menentukan kekuatan ikatan antar
anggota kelompok.
3. Interaksi dalam kelompok secara seimbang
merupakan alat perekat yang baik dalam membina kesatuan dan persatuan.
Kondisi
kepemimpinan yang dapat tersusunnya norma bersama. Dapat mengakibatkan
seseorang meninggalkan kerumunannya. Sebuah kerumunan dapat berubah menjadi
kelompok apabila dalam kerumunan tersebut muncul faktor-faktor berikut:
1. Interaksi antara orang-orang di dalam
kerumunan.
2. Tujuan yang sama di antara orang-orang
di dalam kerumunan.
3. Kepemimpinan yang dipatuhi oleh orang-orang
di dalam kerumunan.
4. Ikatan emosional sebagai rasa
kebersamaan pada orang-orang di dalam kerumunan.
5. Norma yang diakui dan dianut oleh semua
orang di dalam kerumunan.
Ataupun
sebaliknya, sebuah kelompok dapat berubah menjadi kerumunan, yang disebabkan
oleh surutnya kepemimpinan dalam kelompok, serta hilangnya beberapa atau salah
satu dari kelima faktor pengikat kelompok yang telah dikemukakan di atas,
seperti demikian itulah kelompok kurang kompak.
Adapun
kelompok yang disebut dengan kelompok semua atau kelompok yang mengambang.
Seperti layaknya para penonton sepak bola yang mempunyai tujuan yang sama,
yaitu menonton pertandingan bola, namun terselip tujuan-tujuan lain.
Sehingga
jelas bahwa kelompok adalah suatu keadaan ilmiah yang akan dijumpai manusia
dimanapun ia berada. Dari kelompok, manusia belajar tentang hidup
bermasyarakat, mempelajari tentang nilai-nilai dan norma, serta diarahkan untuk
dapat memainkan peranan, baik sebagai sseorang pemimpin maupun sebagai anggota
masyarakat.
Dengan
telah terbentuknya kelompok, pemimpin kelompok hendaknya tidak terlalu banyak
melibatkan diri dalam kegiatan kelompok. Ia adalah orang yang berada di luar
kelompok, tetapi dekat dengan kelompok sebagai anarasumber, pengamat, dan
pengarah kelompok. Sangatlah beruntung jika pemimpin kelompok segera
melaksanakan tugas tersebut. Jika tidak, pemimpin kelompok harus dirangsang
untuk segera bertindak.[3]
Jadi,
dapat diambil kesimpulan bahwa orang-orang atau kerumunan dapat berubah menjadi
kelompok apabila di dalamnya muncul dan berkembang faktor-faktor pengikat
sebagai berikut:
1. Interaksi antara orang-orang yang ada di
dalam kumpulan atau kerumunan itu.
2. Ikatan emosional sebagai pertanyaan
kebersamaan.
3. Tujuan atau kepentingan bersama yang
ingin dicapai.
4. Kepemimpinan yang dipatuhi dalam rangka
mencapai tujuan atau kepentingan bersama.
5. Norma yang diakui dan di ikuti oleh
mereka yang terlibat di dalamnya.[4]
C.
Pengertian Kelompok (berdasarkan Persepsi, Motivasi,
Tujuan, Organisasi, Interpedensi, dan Interaksi)
Para ahli tidak memiliki pengertian atas definisi
kelompok secara spesifik, dikarenakan masing-masing mempunyai sudut pandang
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.[5] Namun
kita dapat memandang definisi kelompok dari beberapa macam sedut pandang,
diantaranya:
1. Segi Persepsi
a. Smith, bahwa kelompok sosial adalah unit
yang terdiri atas sejulah orang yang memiliki persepsi kolektif mengenai
kesatuan mereka dan yang memiliki kemampuan untuk bertindak dalam cara yang
sama terhadap lingkungan mereka.
b. Bales, kelompok adalah jumlah individu
yang berinteraksi dengan sesamanya secara tatap muka atau serangkaian
pertemuan, dimana masing-masing anggota saling menerima impresi atau persepsi
anggota lain dalam suatu waktu tertentu dan menimbulkan suatu pertanyaan yang
kemudian membuat masing-masing anggota bereaksi sebagai reaksi individual.[6]
Pengertian kelompok
dari segi persepsi berdasarkan asumsi bahwa anggota kelompok sadar dan
mempunyai persepsi bersama akan hubungan mereka dengan anggota lainnya. Dalam
hal ini Smith menggunakan istilah sosial
group sebagai suatu unit yang terdisi atas beberapa anggota yang mempunyai
persepsi bersama tentang kesatuan mereka.[7]
2. Segi Motivasi
a. Cattel, mengatakan bahwa kelompok adaah
kumpulan individu yang dalam hubungannya dapat memuaskan kebutuhan satu dengan
yang lainnya.[8]
b. Bass, we define groups as a collection of individuals whose existance as as
collection is rewarding to the individuals, yang artinya “kita
mendefinisikan kelompok sebagai kumpulan individu yang keberadaan sebagai
koleksi yang menguntungkan kepada individu” dalam hal ini Bass, menggunakan
istilah group bukan social group.
Dari pengertian di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa individu yang bergabung dalam suatu kelompok mempunyai
keyakinan bahwa kebutuhan yang muncul pada dirinya akan terpenuhi, ini sejalan
dengan definisi Bass yang menitik beratkan adanya rewarding dari kelompok terhadap individu yang ada dalam kelompok.
3. Segi Tujuan
Pengertian kelompok hampir sama dengan
pengertian dari segi motivasi. Mills mengatakan bahwa “hanya apa yang kelompok-kelompok
kecil kita mengacu kepada? Untuk membuatnya lebih sederhana, mereka adalah unit
yang terdiri dari dua atau lebih orang yang datang ke dalam kontak bermakna”.
Dari apa yang dipaparkan oleh Mills, kesimpulannya menitikberatkan dalam
pengertian kelompok dilihat dari adanya purpose
atau tujuan dan memandang kontak dalam kelompok adalah meaningful. Dalam hal ini Mills menggunakan istilah the small group atau hanya group.[9]
4. Segi Organisasi
Mc David dan Harari mengatakan, kelompok
adalah suatu sistem yang diorganisasikan pada 2 orang atau lebih yang
dihubungkan satu dengan lainnya dimana sistem tersebut menunjukkan fungsi yang
sama.
5. Segi Interdependensi
Lewin, mengatakan bahwa unsur-unsur yang
terkandung dalam sebuah kelompok ssebagai kelompok yang dinamik yaitu
menunjukkan saling ketergantungan antara tiap-tiap anggota yang direalisasikan
dalam persamaan tujuan.
Fiedler, mengatakan bahwa kelompok adalah
serangkaian individu yang mempunyai persamaan yang saling berdekatan dan
terlibat dalam suatu tugas bersama oleh karena itu anggota kelompok merasa
tergantung dalam mencapai suatu tujuan bersama.
Catwright dan Zender, mengatakan bahwa
kelompok adalah sekumpulan individu yang melakukan hubungan dengan orang lain
yang menunjukkan saling ketergantungan pada tingkatan yang berarti.[10]
Dari beberapa pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa definisi kelompok yang dilihat dari segi interpedensi adalah
kumpulan manusia yang saling bergantung satu dengan yang lain. Dalam kaitannya
dengan pengertian kelompok kita dapat
melihat adanya interaksi, pengaruh serta tujuan yang sama.[11]
6. Segi Interaksi
Homans, menyebutkan “sejumlah orang yang
berkomunikasi dengan satu sama lain selama rentang waktu yang intens sehingga
setiap orang mampu berkomunikasi dengan yang lainnya secara bertatap muka.”
Bonner, mengemukakan kelompok adalah
sejumlah orang yang berinteraksi dengan sesama yang lainnya dan interaksi
tersebut (proses interaksi) membedakan bentuk kelompok-kelompok bersama dengan
kelompok lainnya.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat
dikatakan bahwa kelompok adalah sekumpulan orang yang terdiri atas dua orang
atau lebih yang melakukan interaksi satu dengan yang lainnya dalam suatu aturan
yang saling mempengaruhi pada setiap anggotanya. Kosen menambahkan adanya unsur
saling tatap muka sebagai kriteria bagi sebuah kelompok. Kata kuncinya adalah
memiliki hubungan tertentu yang bermakna bagi mereka.[12]
D.
Pembentukan Kelompok Homogen dan Heterogen
Suatu
kelompok disebuthomogen apabila sifat dan kualitas anggota-anggotanya adalah
sama. Sebaliknya, suatu kelompok yang disebut heterogen adalah apabila sifat
dan kualitas anggotanya berbeda. Bertolak dari suatu asumsi bahwa sesuatu pada
hakekatnya merupakan suatu unikum, sebetulnya, tidak mungkin terbentuk kelompok
homogen pada suatu kelompok tanpa dipahami sebagai adanya sebuah atau beberapa
kesamaan dalam sifat dan mutu tertentu di antara anggota-anggota kelompok
tersebut. Sebuah regu barisan kehormatan.
Dalam
rangka mencapai suatu tujuan bersama, pembentukan kelompok homogen maupun
heterogen tetap fungsional. Tentu saja diperlukan perlakuan-perlakuan tertentu untuk
mengajak dua macam kelompok tersebut mencapai tujuan bersamanya. Para anggota
kelompok heterogen diharapkan mengesampingkan kepentingan pribadinya demi
mencapai tujuan bersama, tetapi diharapkan partisipasi dari masing-masing
anggota dalam upaya mencapai tujuan bersama terletak pada adanya variasi kemampuan
sehingga apabila suatu tindakan belum mencapai sasaran, masih terdapat tindakan
lain yang mungkin membuahkan hasil. Sedangkan, daya kelompok homogen dalam upaya
mencapai tujuan bersama terletak pada kesamaan yang mungkin akan menyebabkan
terbentuknya kelompok dengan sangat tinggi untuk mencapai tujuan bersamanya.[13]
Hal-hal
yang perlu dilakukan dalam upaya membentuk kelompok dapat dikembalikan kepada
persoalan cara merubah kerumunan menjadi kelompok. Oleh karena itu, persoalan
utamanya adalah mengikat kerumunan tersebut dengan lima faktor pengikat
kelompok, yaitu interaksi, tujuan bersama, kepemimpinan, ikatan emosional, dan
norma bersama.
Masalah yang lebih
operasional mungkin dapat berupa:
1. Kapan lima faktor pengikat kelompok
tersebut berfungsi ?
2. Bagaimana cara agar lima faktor pengikat
kelompok tersebut berfungsi ?
Pertanyaan
pertama dapat dijawab apabila pada suatu saat terdapat tujuan-tujuan tertentu
yang pencapaiannya menjadii kepentingan individu-individu dalam kerumunan.
Berdasarkan sudut pandangngan pendidikan, seringkali tujuan-tujuan tersebut
tidak disadari oleh individu-individu di dalam kerumunan. Oleh karena itu,
sangatlah penting memahami peranan pendidikan yang mempunyai prakarsa membentuk
kelompok karena menghayati kepentingan anak didiknya dan dapat memperkirakan
bahwa pendapat dan tujuan-tujuan tersebut secara kelompok akan lebih efektif
dan efisien.
Pertanyaan
kedua dijawab dengan mengadakan langkah-langkah pembentukan kelompok seperti:
timbulkan hubungan antara individu (perkenalan, percakapan), tanamkan tujuan
bersama dengan menonjolkan pentingnya pencapaian tujuan tersebut, ikat di luar
kelompok, rumuskan kesepakatan untuk membentuk norma kelompok, dan akhirnya
arahkan mereka untuk memilih sendiri serorang pemimpin kelompok.
Dengan
telah terbentuknya kelompok, pemimpin kelompok hendaknya tidak terlalu banyak
melibatkan diri dalam kegiatan kelommpok. Ia adalah orang yang berada di luar
kelompok, tetapi dekat dengan kelompok sebagai narasumber, pengamat, dan
pengarah kelompok. Sangatlah beruntung jika pemimpin kelompok segera
melaksanakan tugas tersebut. Jika tidak, pimpinan kelompok harus dirangsang
untuk segera bertindak.[14]
E.
Organisasi di Dalam Kelompok
Suatu
badan atau organisasi adalah wadah kegiatan anggota-anggota kelompok dalam
upaya mencapai tujuan bersama. Agar upaya mencapai tujuan tersebut berjalan
dengan efektif dan efisien, perlu disusun mekanisme kerja yang disepakati oleh
kelompok. Berdasarkan mekanisme kerja kelompok itulah. Disusun pembagian tugas
di antara anggota kelompok. Setiap anggota kelompok yang memikul tugas tertentu
akhirnya menjadi agen dari kelompok tersebut. Organisasi di dalam kelompok
dapat bersifat sederhana atau terperinci, tergantung pada sukar tidaknya
cara-cara yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan kelompok. Akan tetapi,
sering didapatkan organisasi di dalam kelompok yang menunjukkan gejala-gejala tidak
efisien. Hal tersebut dapat disebakan oleh bermacam-macam faktor, tetapi
kemungkinan faktor yang utama ialah:
1.
Terdapat
struktur organisasi yang telah dipercaya dan orang cenderung untuk
menggunakannya.
2.
Terdapat
anggota-anggota kelompok yang ambisius atau pemimpin kelompok yang kikuk
sehingga fungsi pimpinan tersebut ke setiap anggota kelompok.
3.
Terdapat
kekaburan tentang tujuan yang akan dicapai dan cara-cara untuk mencapainya
sehingga pembagian tugas di salam kelompok tidak relevan dengan tujuan yang akan
dicapai.
4.
Terdapat
pimpinan kelompok secara sadar ingin menguasai kelompok sehingga organisasi
yang telah tersusun tidak berfungsi secara partisipasi.
5.
Terdapat
anggota kelompok yang pasif sehingga sebagai organ kelompok dia mengurangi,
menghambat, atau mengganggu kegiatan kelompok.
Perlu
di ingat kembali, organisasi kelompok yang fungsional ialah organisasi yang
relevan dengan tujuan kelompok yang ingin dicapai. Hal tersebut berarti
partisipasi setiap anggota kelompok memang merupakan penunjang bagi tercapainya
tujuan kelompok tersebut. Pembagian tugas kelompok yang secara fisik terwujud
sebagai struktur organisasi hanya dapat tersusun baik apabila ada kejelasan dan
kesepakatan tentang cara-cara yang akan digunakan kelompok untuk mencapai
tujuannya. Oleh karena itu, tujuan kelompok harus jelas dan dipahami oelah anggota
semua kelompok.[15]
F.
Pertumbuhan Kelompok
1. Tahap pembentukan rasa kekompakan.
Tahap
pembentukan kelompok merupakan tahap awal dalam pertumbuhan kelompok. Pada
tahap ini, setiap individu dalam melakukan berbagai penjagaan terhadap anggota
lainnya mengenai hubungan antar pribadi yang dikehendaki kelompok sekaligus
mencoba berperilaku tertentu untuk mendapatkan sebuah reaksi dari lainnya.
2. Tahap Pancaroba
Pada tahap ini anggota kelompok
mulai mendeteksi kekuatan dan kelemahan masing-masing anggota kelompok melalui
interaksi yang intensif, ditandai dengan mulainya terjadinya knflik satu sama
lain karena setiap anggota mulai makin menonjolkan dirinya masing-masing.
3. Pembentukan Norma
Dalam fase ketiga ini, meskipun
konflik terus terjadi, anggota kelompok mulai melihat karakteristik kepirbadian
masing-masing secara lebih mendalam, sehingga lebih memahami terjadi perbedaan
dan konflik. Pemahaman tentang bagaimana cara berkomunikasi orang-orang
tertentu, cara membantu orang lain cara memperlakukan orang lain dalam kelompok
akan meeningaktkan ikatan, rasa percaya diri, serta kepuasan hubungan dan
konsensus di antara anggota kelompok dalam penngambilan keputusan.
4. Tahap Berprestasi
Di tahap fase ini kelompok sudah
dibekali dengan suasana hubungan kerja yang harmonis antara anggota yang satu
dengan lainnya. Norma kelompok telah disepakati, tujuan dan tugas kelompok
serta peran masing-masing anggota telah jelas.
G.
Jenis-jenis dan Karakteristik Kelompok
Dibawah
ini merupakan beberapa jenis kelompok yang meliputi:
1.
Kelompok
Primer dan Sekunder
Kelompok primer dicirikan oleh kontak
akrab yang kontinue seperti dalam keluarga dan dasar minat yang dikejar pada
anak di kampung. Sedangan kelompok sekunder dibentuk atas dasar minat yang
dikejar bersama seperti satuan kelas di sekolah dan kelompok pecinta alam dalam
kalangan mahasiswa.
2.
Sociogroup and Psychogroup
Dalam kelompok ini tekanannya terletak
pada hubungan antar pribadi. Akan tetapi, tekanan tersebut dapat bergeser
sehingga suatu sosiogroup dapat
menjadi suatu psychogroup dan
sebaliknya. Bahkan dalam kelompok yang sama, tekanannya kadang-kadang diberikan
pada tugas yang dikerjakan dan pada lain waktu untur kebersamaan lebih
diutamakan.
3.
Kelompok
yang terorganisasi dan kemompok yang tidak terorganisasi
Dalam kelompok yang terorganisasi terdapat
diferensiasi antara peranan-peranan yang dipegang oleh anggota kelompok
sehingga terdapat suatu struktur. Sedangkan pada kelompok yang tidak
terorganisasi, setiap anggota bergerak lepas.
4.
In Group adn Out Group
Dalam kelompok yang pertama, para anggota
merasa terikat dan menunjukkan loyalitas satu sama lain.anggota outgroup adalah
mereka yang bukan anggota kelompok tertentu. Di antara mereka terdapat rasa
loyalitas, simpati, dan keterikatan bahkan mungkin terdapat rasa antipati dan
rasa benci. Kelompok yang dibentuk untuk kepentingan kegiatan bimbingan tidak
mengikuti pola pembedaan tersebut karena kelompok/gabungan tersebut tidak
pernah boleh menghasilan perbedaan tajam karena itilah “kita-kita ini dan yang
lain, yang jauh dari kita”.
5.
Kelompok
yang keanggotaannya bebas serta atas daar sukarela dan kelompok yang keanggotaannya
diajibkan.
Di antara kelompok yang dibentuk untuk
kegiatan bimbingan terdapat kelompok yang dibentuk atas dasar sukarela,
mislanya kelompok konseling. Selain itu terdapat pula kelompok yang dibentuk
atas dasar kewajiban sebagai siswa yang bersekolah di institusi pendidikan
tertentu, misalnya satuan kelas pada waktu tertentu menerima bimbingan karier.
6.
Kelompok
tertutup dan terbuka
Kelompok tertutup terdiri atas mereka yang
mengikuti kegiatan kelompok sejak permulaan dan tidak menerima anggota baru sampai
kegiatan kelompok berhenti. Sedangkan kelompok terbuka memungkinkan adanya
orang yang keluar dan orang lain yang masuk selama kegiatan kelompok berlangsung.
Kelompk kecil yang dibentuk dengann tujuan khusus, cenderung bersifat tertutup
seperti kelompok konseling. Sedangkan kelompok besar lebih bersifat terbuka
seperti satuan kelas jika ada siswa baru masuk.
Berikut merupakan
beberapa karakteristik dalam kelompok yang memiliki istilah-istilah tertentu,
diantaranya:
1.
Kelompok
Bimbingan (a Group ffor Guidence)
Istilah kelompok bimbingan khusus
digunakan di institusi pendidikan sekolah dan menunjuk pada sejumlah siswa dan
mahasiswa yang dikumpulkan bersama untuk kegiatan bimbingan. Dalam hal ini
kelompok terdiri atas mereka yang telah tergabung dalam suatu satuan untuk
kegiatan pengajaran seperti satuan kelas tertentu, tingkatan kelas tertentu
yang terdrii atas beberapa satuan kelas, dan semester yang mengikuti program
studi tertentu. Kelompok atau group juga dapat dibentuk lepas daari struktur
organisasi pengajaran, di mana jajaran anggotanya berasal dari berbagai satuan
kelas, tingkatan kelas, dan tingkatan semester.
2.
Kelompok
Konseling (Counseling Group)
Kelompok konseling dibentuk untuk
keperluan konseling di bawah tangung jawab seorang konselor profesional. Dalam
kelompok ini berlangsung suatu proses konseling. Oleh karena itu, seluruh
anggota kelompok ini diberi nama “para konseli” yang berkomunikasi dengngan
konselor dan dengan anggota lain/peserta lain dalam kelompok. Kelompok ini
beranggotakan sekitar enam orang, termasuk kelompok kecil.
3.
Kelompok-T
(Training Group)
Kelompok-T fokus pada prses kelompok itu
sendiri dan mencakup studi tentang dinamika kelompok melalui pengalalaman konkret
dalam interaksi satu sama lain dalam kelompok. Metode yang digunakan adalah
refleksi atas pengalaman konkret dalam menjalani suatu proses kelompok.
4.
Kelompok
Pertemuan (Encounter Group)
Kelompok pertemuan dirancang untuk
memberikan pengalaman mendalam saat berkomunikasi dengan orang lain sehingga para
anggota lebih paham akan diri sendiri dan keunikan orang lain. Ungkapan
perasaan dalam berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya sangat diharapkan.
Perhatian utama bukan diberikan pada kelompok, melainkan ada pengambangan diri
sendiri sehingga lebih peka.[16]
Biasanya di dalam kelompok pertemuan
terjadi pertemuan terjadi diskusi kelompok. Diskusi kelompok adalah pertemuan
dua orang atau lebih yang ditujukan untuk saling tukar pengalaman dan pendapat,
dan menghasilkan keputusan bersama.[17]
5.
Kelompok
Maraton (Marathon Group)
Kelompok maraton bertemu selama satu atau
dua hari dalam kontak pribadi yang intensif dan berlangsung terus-menerus,
tanpa banyak kesempatan istirahat. Selutuh anggota kelompok mengadakan refleksi
atas diri sendiri, dengan melepaskan segala
macam topeng dan usaha pertahanan diri.
6.
Kelompok
bantuan (Self Help Group)
Kelompok bantuan terdiri atas orang yang
menyadari telah ketagihan obat bius atau alkohol. Mereka berkumpul bersama
dengan orang lain yang senasib dan saling memberi dukungan dalam usaha melepaskan
diri dari belenggu ketagihan. Kelompok ini biasanya dipimpin oleh orang yang pernah
mengalami ketagihan dan telah berhasil melepaskan diri dari kebiasaan buruknya.
7.
Kelompok
Terapi (Therapy Group)
Kelompok ini terdiri atas orang yang
mengalami gangguan serius dalam kesehatan mental dan menunjukkan gejala
perilaku nerotik, bahkan mungkin psikotik. Kelompok tertapi beranggotakan
terbatas dan terbentuk atas prakarsa seseorang ahli psikoterapi atau psikolog
klinis yang bertanggung jawab terhadap proses terapi dalam kelomok. Tujuan
terapi dalam kelompok adalah perubahan dalam struktur kepribadian para anggota,
maka kelompok atau grrup terapi berkumpul secara berkala selama jangka waktu
yang lama.[18]
IV.
KESIMPULAN
Kerumunan adalah: berkumpulnya
sejumlah orang yang masing-masing tidak mempunyai hubungan.
Kelompok adalah:
berkumpulnya sejumlah orang yang saling berkaitan satu sama lainnya(terikat
oleh tujuan bersama dan peranan mereka masing-masing atau merasa senasib
sepenanggungan).
Sedangkan sekumpulan
orang-orang yang berkerumun dapat berubah menjadi kelompok apabila didalamnya
muncul beberapa faktor pengikat sebagai berikut:
1. Interaksi antara orang-orang yang ada di
dalam kumpulan atau kerumunan itu.
2. Ikatan emosional sebagai pertanyaan
kebersamaan.
3. Tujuan atau kepentingan bersama yang
ingin dicapai.
4. Kepemimpinan yang dipatuhi dalam rangka
mencapai tujuan atau kepentingan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Hartinah, Siti. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. PT.
Reflika Adhitama: Bandung. 2009
Sukardi, Dewa
Ketut. Pengantar Pelaksanaan Program
Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Pt. Rineka Cipta: Jakarta. 2008
Walgito. Psikologi Kelompok. CV. ANDI OFFSET:
Jogjakarta. 2010
[1] Siti Hartninah. Konsep
Dasar Bimbingan Kelompok. PT.Reflika Adhitama: Bandung. 2009. Hal: 15
[2] Aa. Ngurah Adhiputra.
Konseling Kelompok. Media Akademi. Yogyakarta. 2015. Hal: 2
[5] Walgito. Psikologi
Kelompok. CV.Andi Offset. Jogjakarta. 2010. Hal: 28.
[7] Walgito. Psikologi
Kelompok. CV.Andi Offset. Jogjakarta. 2010. Hal: 6
[8] Siti hartinah. Konsep
Dasar Bimbingan Kelompok. PT. Refika Adhitama. Bandung. 2009. Hal: 23
[9] Walgito. Psikologi
Kelompok. CV.Andi Offset. Jogjakarta. 2010. Hal: 7
[13] Siti hartinah. Konsep
Dasar Bimbingan Kelompok. PT. Refika Adhitama. Bandung. 2009. Hal: 27
[14] Siti hartinah. Konsep
Dasar Bimbingan Kelompok. PT. Refika Adhitama. Bandung. 2009. Hal: 30
[15] Siti Hartinah. Konsep
Dasar Bimbingan Kelompok. PT. Reflika Adhitama. Bandung. Hal: 28
[16] Sitti Hartinah. Konsep
Dasar Bimbingan Kelompok. PT.Feflika Adhitama. Bandung. 2009. Hal. 29-47.
[17] Dewa Ketut Sukardi.
Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. PT.
Rineka
Cipta. Jakarta. 2008. Hal: 220.
[18] Sitti Hartinah. Konsep
Dasar Bimbingan Kelompok. PT. Raflika Adhitama. Bandung. 2009. Hal: 47-48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar